PEMERINTAHAN - Bayangkan sejenak sebuah Indonesia yang hanya butuh lima tahun untuk benar-benar bangkit. Lima tahun di mana seluruh pejabat negeri ini, dari Presiden hingga kepala desa, dari menteri hingga kepala sekolah, dari Kapolri hingga Kapolsek, dari Panglima TNI hingga prajurit Tantama, bekerja sekuat tenaga untuk mencapai kemakmuran. Kini, bayangkan pula dalam lima tahun itu ada jaksa-jaksa yang jujur, bekerja dengan penuh integritas dalam menyidik dan menuntut, mulai dari Jaksa Agung hingga jaksa-jaksa di pelosok daerah, dan hakim-hakim yang adil, memutuskan perkara dengan bijaksana tanpa sedikit pun kompromi, dari Hakim Agung hingga hakim di pengadilan kecil. Dengan integritas dan profesionalisme, Indonesia yang makmur bukan lagi sekadar impian.
Dalam skenario ini, setiap jabatan publik hanya memiliki masa kerja lima tahun—tak lebih, tak kurang. Tak ada perpanjangan. Tak ada ruang bagi mereka untuk bertahan lebih lama dari yang diizinkan. Mereka datang, bekerja keras, memberikan yang terbaik, dan lalu memberi jalan bagi penerus yang baru. Mengapa hanya lima tahun? Karena lima tahun cukup untuk membuat perubahan tanpa memberikan kesempatan untuk terlena dengan kenyamanan jabatan.
Di lima tahun pertama, para pejabat, termasuk para jaksa dan hakim, tahu bahwa waktu mereka terbatas. Seorang jaksa yang baru menjabat, misalnya, langsung bekerja menyidik dan menuntut dengan hati-hati dan penuh kejujuran. Dalam lima tahun, ia harus membuat perubahan yang nyata, memastikan keadilan ditegakkan dengan transparan, tanpa membiarkan satu pun celah korupsi. Sementara itu, hakim yang baru dilantik, entah di Mahkamah Agung atau pengadilan daerah, menyadari bahwa setiap putusan yang ia keluarkan adalah amanah bagi bangsa. Lima tahun, itulah batas yang membuat mereka selalu ingat bahwa jabatan adalah alat untuk menegakkan keadilan, bukan untuk kepentingan pribadi.
Bayangkan setiap pejabat negara dari tingkat pusat hingga daerah bekerja dengan prinsip yang sama. Seorang menteri yang tahu jabatannya hanya lima tahun akan fokus pada kebijakan yang benar-benar berdampak, tanpa tergoda untuk mencari popularitas semata. Begitu juga seorang kepala desa yang baru saja dilantik. Dalam waktu singkat, ia tidak memiliki waktu untuk bersantai atau hanya menikmati jabatan; ia harus segera beraksi, menghadirkan perubahan untuk masyarakatnya. Pada akhir masa jabatan, ia ingin dikenang sebagai pemimpin yang meninggalkan desa dalam kondisi lebih baik.
Di sektor keamanan, Kapolri dan para Kapolsek juga bekerja dengan semangat yang sama. Dengan masa jabatan yang pasti, mereka segera berusaha menciptakan lingkungan yang aman, menjalankan operasi dengan efektif dan fokus pada kebutuhan rakyat, bukan sekadar formalitas. Para pemimpin militer juga bekerja keras untuk memperkuat pertahanan negara dengan masa jabatan yang terbatas ini. Tak ada waktu untuk menunda, dan tak ada ruang untuk lalai.
Dalam sistem ini, jaksa-jaksa dan hakim-hakim yang jujur menjadi ujung tombak. Setiap putusan hukum bukan hanya sebuah angka atau kasus; itu adalah wujud keadilan bagi masyarakat yang mengharapkan ketegasan dan kejujuran dari pengadilan. Dengan tenggat waktu yang ketat, mereka akan bekerja lebih giat, memprioritaskan keadilan dan integritas di atas segala hal lainnya. Setiap kasus yang mereka tangani, dari yang besar hingga kecil, menjadi bagian dari tekad untuk mewujudkan Indonesia yang lebih adil dan bermartabat.
Sistem ini mendorong semua pemimpin untuk terus meninggalkan warisan positif bagi penerusnya. Begitu seorang pejabat meninggalkan posisinya, ia menyerahkan hasil kerjanya kepada pengganti yang siap meneruskan. Dengan pola kepemimpinan ini, tidak ada monopoli kuasa yang memicu stagnasi, karena setiap orang menyadari bahwa mereka adalah bagian dari estafet panjang menuju Indonesia yang lebih baik.
Sepuluh atau lima belas tahun dari sekarang, bayangkan wajah Indonesia yang benar-benar berubah. Sebuah negeri yang dibangun oleh pemimpin-pemimpin yang saling mengisi dan saling melengkapi, bekerja bukan untuk nama besar, tetapi demi warisan kesejahteraan dan keadilan yang nyata. Setiap jaksa, hakim, pejabat, dan aparat penegak hukum akan dikenang bukan karena panjangnya masa jabatan, tetapi karena kontribusi positif mereka yang berkelanjutan.
Baca juga:
Forkopimda Jatim Dampingi Kunker Presiden RI
|
Indonesia yang makmur bukan lagi sekadar impian; ia adalah hasil nyata dari sistem kepemimpinan yang membatasi kekuasaan, menegakkan keadilan, dan mendorong kemajuan. Jika seluruh jabatan publik hanya diberi waktu lima tahun untuk mencapai hasil, tidak ada yang mustahil bagi Indonesia. Dengan integritas, semangat, dan dedikasi dalam setiap lini kepemimpinan, kita akan melihat Indonesia yang adil, sejahtera, dan benar-benar maju dalam waktu yang lebih cepat dari yang pernah kita bayangkan.
Jakarta, 11 November 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi